Episode Drama Pemberantasan Korupsi
KorupsiWatch - Korupsi yang semakin menggurita di negeri ini seperti tak kunjung habis
memunculkan aktor demi aktor dari pemain lama hingga pendatang baru.
Rakyat semakin gemas menyaksikan 'pencurian' terang-terangan harta
mereka oleh elit yang mereka beri kepercayaan mengelola untuk
kesejahteraan bangsa. Aparat-aparat penegak hukum semakin kelabakan
dengan munculnya kasus-kasus baru yang "melupakan" kasus lama. Realitas
yang mencekam.
Angin segar bagi rakyat Indonesia, satu demi satu
pelaku korupsi dicekal dan ditindak. Namun apakah mereka adalah simpul
dari konspirasi besar yang dilakukan secara sistematis di berbagai ruang
yang tersusupi. Banyak yang tercekal, tapi ada lebih banyak lagi
otak-otak yang hidup tenang menikmati hasil jarahan.
Angelina
Sondakh, anggota DPR-RI komisi 10 yang ditangkap atas kasus Wisma Atlet
dan Hambalang menjadi episode drama baru di dunia pemberantasan korupsi.
Penyangkalan demi penyangkalan dengan tenang pada setiap bukti-bukti
yang disodorkan, hingga kepasrahannya menerima keputusan.
Publik
dibawa dalam ruang emosi yang dilematik antara penegakan hukum dan
kemanusiaan. Membela tapi salah, membiarkan tapi tak manusiawi. Mencoba
berfikir solusi ideal yang menjembatani kutub yang sebenarnya bisa
disatukan tanpa harus diperhadapkan.
Kepedulian kemanusiaan bukan
mengebiri proses hukum, hingga melupakan dengan mudah kasus yang
diperbuat. Proses hukum tetap harus berjalan dan ditegakkan, penyidikan
se-transparan mungkin. Sanksi jera tetap harus diberikan sebagai proses
pembelajaran sosial di publik. Jangan sampai dalang di balik kasus Wisma
Atlet & Hambalang hilang begitu saja karena disembunyikan oleh
konspirasi politik serta relasi kuasa yang mencengkeram di negeri ini.
Sanksi yang tidak proporsional sesuai dengan kesalahan yang diberlakukan
akan menjadi pupuk penyubur praktek-praktek korupsi yang lebih akut.
Kasus
korupsi Angie ini adalah sebuah fenomena yang harus disusul dengan
upaya preventif, kuratif & rehabilitatif yang integral. Baik pada
tersangka dan juga orang-orang di sekitarnya, apalagi seorang janda yang
meninggalkan tiga anak dalam masa pengasuhan. Ada efek psikologis
terutama pada perkembangan anak-anak di kehidupan selanjutnya.
Di
sisi lain, jangan sampai terdakwa hanya orang yang dikorbankan oleh
pelaku sebenarnya. Pertimbangan bentuk sanksi hukuman yang proporsional
dengan beragam aspek harus diputuskan dengan prinsip futuristik. Pada
kasus ini, pengasuhan ibu pada anak-anaknya tetap diberikan tidak
mencabutnya begitu saja dengan mengurung dalam ruang yang berbeda. Bukan
hanya sekadar pada kemanusiaan personal tetapi juga masa depan
kemanusiaan manusia-manusia lainnya. Mengembalikan seluruh hasil korupsi
dan pembatasan akses serta hak warga negara menjadi salah satu
alternatif efek jera yang cukup memukul tanpa merenggut kemanusiaan yang
kasuistik ini.
Dukungan bagi KPK-RI untuk tetap menegakkan
transparansi serta kebijaksanaan dalam menyidik mafia Korupsi di
Indonesia. Sebagai lembaga negara yang independen harus berdiri dengan
tegak di hadapan siapa pun, lepas dari konspirasi yang mencengkeram
integritas KPK sendiri.
Kejar, cekal dan tindak dalang di balik
kasus Wisma Atlet & hambalang. Jangan sampai salah dan memberikan
sanksi yang kurang proporsional.
Penulis : Danik Eka Rahmaningtyas,
Divisi Kajian dan Pemberdayaan SDM Harmony Institute, Menara Community
0 comments
Write Down Your Responses