Ketua PPATK: "Kini Transaksi Para Koruptor Itu Tunai"
KorupsiWatch - Pekerjaan lembaga ini menuntut kejelian dalam menelisik lalu lintas uang, yang berpindah dari satu rekening ke rekening lain. Tentu, dengan tujuan mencari kecurangan, atau transaksi haram. Demikianlah, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), telah menjadi alat penting untuk menciptakan transparansi di pemerintahan.
Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan lembaganya menyoroti aneka transaksi yang melibatkan banyak pihak, dari pejabat eksekutif dan legislatif, terutama untuk kasus semisal dana haji, kasus Hambalang, dan juga Badan Anggaran di DPR.
Lahir di Pendopo Sumatera Selatan, 18 Mei 1962, Yusuf mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia pada 1987. Setelah itu, dia mendapat gelar Master dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWIJA pada tahun 2000, dan saat ini menjadi kandidat Doktor di Universitas Padjajaran.
Yusuf adalah pejabat karir di Kejaksaan sejak 1988. Dia pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di beberapa wilayah di Indonesia. Pada 2008-2010, dia pernah menjabat Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Lalu, modus apa saja yang ditemukan PPATK dalam sejumlah kasus di atas itu? Ditemui di Yogyakarta, Erick Tanjung dari VIVAnews berbincang dengan M Yusuf pekan lalu. Berikut petikan wawancara dengan lelaki yang pernah menjadi Jaksa terbaik se-Indonesia pada 2003 itu.
Soal dana haji. Lembaga Anda menemukan dana setoran calon jamaah haji tidak transparan?
Ini terkait uang masyarakat yang menyetorkan uang mereka untuk ibadah haji, dan menunggu pemberangkatan--bahkan sampai 10 tahun. Dalam hal itu kami melihat ada yang tidak transparan. Warga yang menyetorkan uang itu tidak mendapatkan manfaat.
Semestinya setiap calon jamaah haji yang mendaftar dihitung bunga dari tabungannya. Yang kedua, kami akan melihat kalau bunganya besar, misalnya mencapai Rp1 triliun, maka kami merekomendasikan kepada Pemerintah agar uang itu dimanfaatkan.
Misalnya, dibelikan lokasi untuk apartemen sehingga setiap tahun para jamaah tidak berpindah-pindah, yang semakin jauh dari Masjidil Haram. Kita juga perlu sharing saham pesawat sehingga kita tidak perlu menyewa lagi setiap tahunnya.
Selain itu, apabila uang itu ditaruh di bank--bank syariah atau bank non syariah--perlu transparansi. Kenapa memilih bank itu, itu juga perlu penjelasan. Ini kita lakukan untuk pembenahan dan transparansi.
Manakala nanti ditemukan penyimpangan, kami tidak akan memberikan toleransi, karena itu amanah kok tidak dilaksanakan.
Bagaimana penempatan uang milik calon haji ini?
Selama ini, dana dari bank penerima dimasukkan di rekening Kementerian Agama (Kemenag) dan diletakkan di beberapa tempat (bank). Nah, cuma seperti yang kita ketahui, antara bank yang satu dengan bank yang lainnya tidak sama bungnya. Nah, harus ada penjelasan, kenapa ditaruh di bank X, kenapa diberikan saham pada perusahaan tertentu. Sekarang masih kami analisis. Harapannya, nanti ada satu rekomendasi yang kami sampaikan kepada Pemerintah.
Hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, kami melangkah sejak tahun 2004. Kita melakukan penyelidikan itu dengan memeriksa mulai dari tahun 2004 hingga sekarang. Selama ini saya belum pernah lihat pembukuan yang jelas terkait hal itu. Oleh karena itu kita perlu mendorong transparansi tersebut. Kalau itu dana publik, mesti publik berhak untuk tahu.
Kapan penyelidikan itu selesai?
Secepatnya penyelidikan ini kami selesaikan. Targetnya, dua tiga bulan sudah rampung karena uang tersebut sangat banyak sekali. Kami langsung turun ke lapangan. Kami belum menyentuh Kemenag. Sekarang kita bicara bagaimana aliran dananya, bukan bicara siapa orangnya.
Begitu ditemukan masalah, kami akan cari tahu siapa yang mengurusi, siapa orangnya. Jika nanti ditemukan penyimpangan akan kami serahkan kepada penegak hukum. Bisa kepada KPK, bisa ke Kejaksaan, bisa ke kepolisian. Kami lihat nanti lembaga penegak hukum yang mana yang lebih cepat menangani. Artinya bisa berangkat dari kesibukan institusi itu, nilainya, dan lain-lain.
Tetapi sekarang kami berangkat dari fakta dan ketransparanan terhadap orang-orang yang menyetorkan uang sudah begitu lama, tapi begitu berangkat haji nombok lagi. Ini menurut kami, tidak adil bagi calon jamaah haji.
Sekarang kami sedang berada pada step akhir, ke mana saja aliran dana tersebut, dimanfaatkan untuk apa saja.
Bisa jadi, ada penarikan uang dengan alasan untuk operasional. Nah, ini yang kadang-kadang perlu pendalaman. Operasional apa saja, apakah untuk sewa pesawat, apakah untuk katering, apakah untuk bikin paspor, apakah untuk sewa apartemen, apakah untuk beli obat-obatan untuk jamaah. Kalau iya, kami ingin tahu berapa besar jumlahnya masing-masing itu.
Kami akan selidiki dari beberapa periode kepemimpinan menteri agamanya. Antara tahun 2004 hingga tahun ini, pernah masuk setoran uang jamaah haji dari akumulasi mencapai 70 triliun lebih. Itu yang pernah kami temukan angkanya, mungkin itu awal masuk dana akumulasi antara tahun 2004, 2005 dan 2006. Kami juga belum bisa memastikan ada penyimpangan, tetapi kita ingin berkontribusi demi pembenahan dan perbaikan negeri ini.
Kenapa tidak ada transparansi dana haji dari dulu oleh Kementerian Agama?
Kami belum tahu. Saya kira mungkin mereka menganggap tidak ada masalah. Yang kedua mungkin belum kepikiran ke sana. Sehingga selama ini dianggap oke-oke saja. Lalu kita lihat ada jamaah yang gagal berangkat, ada jamaah yang meninggal dunia, ada jamaah yang kecelakaan di sana. Semua itu kan bicara uang keluar, uang asuransi, uang pengobatan, uang sewa pesawat, dan sebagainya. Kami mau lihat satu per satu.
Hasil dari penyelidikan ini, PPATK akan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah, dan kalau ada penyimpangan, kami serahkan kepada penegak hukum untuk diusut.
Misalnya setiap tahun uang jamaah haji ini ada bunga sekian ratus miliar rupiah. Kenapa tidak dibelikan apartemen, misalnya setiap orang pergi umroh tidak perlu bayar hotel lagi. Jadi uang itu berputar, tidak akan hilang. Nah seperti itu salah satu contohnya. Uang setoran calon jamaah haji yang menunggu bertahun-tahun itu ditaruh hampir di 30 bank di seluruh Indonesia.
Setiap provinsi kan ada banknya, nanti baru dimasukan ke dalam rekening kemennag. Ada bank yang penerima masukan atau setoran uang tetapi dia tidak mendapat penempatan. Misalnya, anda berangkat dari Jawa Tengah atau Yogyakarta. Begitu masuk ke rekening Kemennag, uang itu akan didepositokan.
Ada yang dibelikan saham, tetapi Bank Pembangunan Daerah (BPD) ternyata tidak dapat. Nah, ini kan perlu kita tanyakan kenapa.
Kesannya tidak fair. Saya yakin Pak Anggito (Abimanyu/ Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kemenag) dan Pak Suryadaharma Ali (Menag) akan senang mendengar itu. Berarti akan ada kepedulian dari kita.
Soal transaksi mencurigakan anggota Banggar?
Kami sudah menemukan 18 anggota Banggar DPR yang diduga korupsi yang kami kirim kepada ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang sudah disikapi oleh KPK setahu saya baru empat orang. Muhamad Nazaruddin, AS (Angelina Sondakh), Wa Ode Nurhayati, dan Zulkarnain Djabar. Yang lainnya belum, jadi tunggu saja episode berikutnya.
Yang kami selidiki anggota DPR sejak periode 2004. Terduganya ada yang baru dan ada yang lama. Seperti yang diketahui bersama, yang ditangani sekarang tiga orang muda semua. Sedangkan yang tua baru Zulkarnin Djabar.
Pertanyaannya sekarang, kalau yang muda saja begitu, wajar enggak kami curiga juga pada yang tua? Karena yang muda kan enggak mungkin ujuk-ujuk bisa, kalau tidak meniru. Ini asumsi saya, bukan berarti harus begitu. Ada indikasi ke arah dan ternyata kami temukan.
Nah, di Banggar itu tidak bicara proyek, jadi kami tidak bisa melihat dia dapat duit dari mana, karena selalu cash. Nah kalau cash itu, kami tidak bisa melihat siapa yang memberi, sumbernya tidak tahu, terus ke depannya diambil cash juga, dana itu untuk siapa. Karena tidak terlacak.
Oleh sebab itu, PPATK berkoordinasi dengan menteri strategis. Sudah menyikapi menteri keuangan, mensesneg, gubernur BI diminta untuk segera mengeluarkan peraturan pembatasan transaksi tunai. Kalau peraturan itu berjalan, nantinya setiap yang melakukan transaksi akan terlacak. Dan prediksi kita 70 persen korupsi itu akan tereliminasi. Karena rata-rata transaksi koruptor itu cash.
Hal itu sudah kami sampaikan sejak Desember 2011. Dari Kemenkeu katanya lagi dibahas, tetapi sampai tahap apa sekarang kami belum tahu. Tapi itu penting, apalagi menjelang 2014 nanti.
Transaksi 18 anggota Banggar yang terduga sekarang itu bervariatif. Ada yang Rp1 miliar bahkan ada yang ratusan miliar. Rata-rata setiap kali transaksi mereka antara Rp500 juta sampai Rp1 miliar. Dan mereka hampir dari semua partai dan untuk sementara ini ada friksi-friksi tertentu.
Soal Hambalang, aliran dana ke mana saja?
Kasus Hambalang ini kan sudah berikan kepada KPK, baru 10 dan baru dianalisis. Tapi tadi, karena banyaknya setor tunai jadi putus. Dari mana sumbernya, kepada siapa tidak terlacak. Tetapi dari frekuensi ngambilnya, cara mengambilnya, jenis uangnya, itu mencurigakan. Kok transaksinya dollar, padahal gaji pegawainya rupiah, tempat dia beli barang rupiah, untuk apa mengambil uang banyak-banyak. Dan ada yang mengambil uang cash banyak tetapi tidak tahu peruntukannya. Jadi KPK harus mengambil orang-orang itu dan ditanya sampai dia mengaku. Itu kuncinya. Nah, kalau tadi ada ada kebijakan pembatasan pengambilan uang, tidak terjadi itu.
Tanggapan Anda atas hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)?
Kami belum menerima hasil temuan BPK atas Hambalang itu, tapi tidak sama domainnya. Kalau BPK, dia melihat berapa besar anggarannya, mana RAB (rancangan anggaran biaya). Misalnya, bikin gedung tujuh lantai. Beli semen sekian, itu dicek antara dana yang dialokasikan dan cost yang keluar, selisih itu. Nah, bisa juga nanti harganya sama tetapi kualitas barangnya berbeda. Nah, ini melihat pada fisik. Kalau kami, PPATK, pada transaksi manual terakhir.
Tapi ada hal yang dapat dimanfaatkan olek PPATK, kalau nanti kami dapat laporan dari BPK. Kami bisa telusuri, mungkin kepada dia, kepada anaknya, kepada istrinya seperti itu.
Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan lembaganya menyoroti aneka transaksi yang melibatkan banyak pihak, dari pejabat eksekutif dan legislatif, terutama untuk kasus semisal dana haji, kasus Hambalang, dan juga Badan Anggaran di DPR.
Lahir di Pendopo Sumatera Selatan, 18 Mei 1962, Yusuf mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia pada 1987. Setelah itu, dia mendapat gelar Master dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWIJA pada tahun 2000, dan saat ini menjadi kandidat Doktor di Universitas Padjajaran.
Yusuf adalah pejabat karir di Kejaksaan sejak 1988. Dia pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di beberapa wilayah di Indonesia. Pada 2008-2010, dia pernah menjabat Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Lalu, modus apa saja yang ditemukan PPATK dalam sejumlah kasus di atas itu? Ditemui di Yogyakarta, Erick Tanjung dari VIVAnews berbincang dengan M Yusuf pekan lalu. Berikut petikan wawancara dengan lelaki yang pernah menjadi Jaksa terbaik se-Indonesia pada 2003 itu.
Soal dana haji. Lembaga Anda menemukan dana setoran calon jamaah haji tidak transparan?
Ini terkait uang masyarakat yang menyetorkan uang mereka untuk ibadah haji, dan menunggu pemberangkatan--bahkan sampai 10 tahun. Dalam hal itu kami melihat ada yang tidak transparan. Warga yang menyetorkan uang itu tidak mendapatkan manfaat.
Semestinya setiap calon jamaah haji yang mendaftar dihitung bunga dari tabungannya. Yang kedua, kami akan melihat kalau bunganya besar, misalnya mencapai Rp1 triliun, maka kami merekomendasikan kepada Pemerintah agar uang itu dimanfaatkan.
Misalnya, dibelikan lokasi untuk apartemen sehingga setiap tahun para jamaah tidak berpindah-pindah, yang semakin jauh dari Masjidil Haram. Kita juga perlu sharing saham pesawat sehingga kita tidak perlu menyewa lagi setiap tahunnya.
Selain itu, apabila uang itu ditaruh di bank--bank syariah atau bank non syariah--perlu transparansi. Kenapa memilih bank itu, itu juga perlu penjelasan. Ini kita lakukan untuk pembenahan dan transparansi.
Manakala nanti ditemukan penyimpangan, kami tidak akan memberikan toleransi, karena itu amanah kok tidak dilaksanakan.
Bagaimana penempatan uang milik calon haji ini?
Selama ini, dana dari bank penerima dimasukkan di rekening Kementerian Agama (Kemenag) dan diletakkan di beberapa tempat (bank). Nah, cuma seperti yang kita ketahui, antara bank yang satu dengan bank yang lainnya tidak sama bungnya. Nah, harus ada penjelasan, kenapa ditaruh di bank X, kenapa diberikan saham pada perusahaan tertentu. Sekarang masih kami analisis. Harapannya, nanti ada satu rekomendasi yang kami sampaikan kepada Pemerintah.
Hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, kami melangkah sejak tahun 2004. Kita melakukan penyelidikan itu dengan memeriksa mulai dari tahun 2004 hingga sekarang. Selama ini saya belum pernah lihat pembukuan yang jelas terkait hal itu. Oleh karena itu kita perlu mendorong transparansi tersebut. Kalau itu dana publik, mesti publik berhak untuk tahu.
Kapan penyelidikan itu selesai?
Secepatnya penyelidikan ini kami selesaikan. Targetnya, dua tiga bulan sudah rampung karena uang tersebut sangat banyak sekali. Kami langsung turun ke lapangan. Kami belum menyentuh Kemenag. Sekarang kita bicara bagaimana aliran dananya, bukan bicara siapa orangnya.
Begitu ditemukan masalah, kami akan cari tahu siapa yang mengurusi, siapa orangnya. Jika nanti ditemukan penyimpangan akan kami serahkan kepada penegak hukum. Bisa kepada KPK, bisa ke Kejaksaan, bisa ke kepolisian. Kami lihat nanti lembaga penegak hukum yang mana yang lebih cepat menangani. Artinya bisa berangkat dari kesibukan institusi itu, nilainya, dan lain-lain.
Tetapi sekarang kami berangkat dari fakta dan ketransparanan terhadap orang-orang yang menyetorkan uang sudah begitu lama, tapi begitu berangkat haji nombok lagi. Ini menurut kami, tidak adil bagi calon jamaah haji.
Sekarang kami sedang berada pada step akhir, ke mana saja aliran dana tersebut, dimanfaatkan untuk apa saja.
Bisa jadi, ada penarikan uang dengan alasan untuk operasional. Nah, ini yang kadang-kadang perlu pendalaman. Operasional apa saja, apakah untuk sewa pesawat, apakah untuk katering, apakah untuk bikin paspor, apakah untuk sewa apartemen, apakah untuk beli obat-obatan untuk jamaah. Kalau iya, kami ingin tahu berapa besar jumlahnya masing-masing itu.
Kami akan selidiki dari beberapa periode kepemimpinan menteri agamanya. Antara tahun 2004 hingga tahun ini, pernah masuk setoran uang jamaah haji dari akumulasi mencapai 70 triliun lebih. Itu yang pernah kami temukan angkanya, mungkin itu awal masuk dana akumulasi antara tahun 2004, 2005 dan 2006. Kami juga belum bisa memastikan ada penyimpangan, tetapi kita ingin berkontribusi demi pembenahan dan perbaikan negeri ini.
Kenapa tidak ada transparansi dana haji dari dulu oleh Kementerian Agama?
Kami belum tahu. Saya kira mungkin mereka menganggap tidak ada masalah. Yang kedua mungkin belum kepikiran ke sana. Sehingga selama ini dianggap oke-oke saja. Lalu kita lihat ada jamaah yang gagal berangkat, ada jamaah yang meninggal dunia, ada jamaah yang kecelakaan di sana. Semua itu kan bicara uang keluar, uang asuransi, uang pengobatan, uang sewa pesawat, dan sebagainya. Kami mau lihat satu per satu.
Hasil dari penyelidikan ini, PPATK akan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah, dan kalau ada penyimpangan, kami serahkan kepada penegak hukum untuk diusut.
Misalnya setiap tahun uang jamaah haji ini ada bunga sekian ratus miliar rupiah. Kenapa tidak dibelikan apartemen, misalnya setiap orang pergi umroh tidak perlu bayar hotel lagi. Jadi uang itu berputar, tidak akan hilang. Nah seperti itu salah satu contohnya. Uang setoran calon jamaah haji yang menunggu bertahun-tahun itu ditaruh hampir di 30 bank di seluruh Indonesia.
Setiap provinsi kan ada banknya, nanti baru dimasukan ke dalam rekening kemennag. Ada bank yang penerima masukan atau setoran uang tetapi dia tidak mendapat penempatan. Misalnya, anda berangkat dari Jawa Tengah atau Yogyakarta. Begitu masuk ke rekening Kemennag, uang itu akan didepositokan.
Ada yang dibelikan saham, tetapi Bank Pembangunan Daerah (BPD) ternyata tidak dapat. Nah, ini kan perlu kita tanyakan kenapa.
Kesannya tidak fair. Saya yakin Pak Anggito (Abimanyu/ Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kemenag) dan Pak Suryadaharma Ali (Menag) akan senang mendengar itu. Berarti akan ada kepedulian dari kita.
Soal transaksi mencurigakan anggota Banggar?
Kami sudah menemukan 18 anggota Banggar DPR yang diduga korupsi yang kami kirim kepada ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang sudah disikapi oleh KPK setahu saya baru empat orang. Muhamad Nazaruddin, AS (Angelina Sondakh), Wa Ode Nurhayati, dan Zulkarnain Djabar. Yang lainnya belum, jadi tunggu saja episode berikutnya.
Yang kami selidiki anggota DPR sejak periode 2004. Terduganya ada yang baru dan ada yang lama. Seperti yang diketahui bersama, yang ditangani sekarang tiga orang muda semua. Sedangkan yang tua baru Zulkarnin Djabar.
Pertanyaannya sekarang, kalau yang muda saja begitu, wajar enggak kami curiga juga pada yang tua? Karena yang muda kan enggak mungkin ujuk-ujuk bisa, kalau tidak meniru. Ini asumsi saya, bukan berarti harus begitu. Ada indikasi ke arah dan ternyata kami temukan.
Nah, di Banggar itu tidak bicara proyek, jadi kami tidak bisa melihat dia dapat duit dari mana, karena selalu cash. Nah kalau cash itu, kami tidak bisa melihat siapa yang memberi, sumbernya tidak tahu, terus ke depannya diambil cash juga, dana itu untuk siapa. Karena tidak terlacak.
Oleh sebab itu, PPATK berkoordinasi dengan menteri strategis. Sudah menyikapi menteri keuangan, mensesneg, gubernur BI diminta untuk segera mengeluarkan peraturan pembatasan transaksi tunai. Kalau peraturan itu berjalan, nantinya setiap yang melakukan transaksi akan terlacak. Dan prediksi kita 70 persen korupsi itu akan tereliminasi. Karena rata-rata transaksi koruptor itu cash.
Hal itu sudah kami sampaikan sejak Desember 2011. Dari Kemenkeu katanya lagi dibahas, tetapi sampai tahap apa sekarang kami belum tahu. Tapi itu penting, apalagi menjelang 2014 nanti.
Transaksi 18 anggota Banggar yang terduga sekarang itu bervariatif. Ada yang Rp1 miliar bahkan ada yang ratusan miliar. Rata-rata setiap kali transaksi mereka antara Rp500 juta sampai Rp1 miliar. Dan mereka hampir dari semua partai dan untuk sementara ini ada friksi-friksi tertentu.
Soal Hambalang, aliran dana ke mana saja?
Kasus Hambalang ini kan sudah berikan kepada KPK, baru 10 dan baru dianalisis. Tapi tadi, karena banyaknya setor tunai jadi putus. Dari mana sumbernya, kepada siapa tidak terlacak. Tetapi dari frekuensi ngambilnya, cara mengambilnya, jenis uangnya, itu mencurigakan. Kok transaksinya dollar, padahal gaji pegawainya rupiah, tempat dia beli barang rupiah, untuk apa mengambil uang banyak-banyak. Dan ada yang mengambil uang cash banyak tetapi tidak tahu peruntukannya. Jadi KPK harus mengambil orang-orang itu dan ditanya sampai dia mengaku. Itu kuncinya. Nah, kalau tadi ada ada kebijakan pembatasan pengambilan uang, tidak terjadi itu.
Tanggapan Anda atas hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)?
Kami belum menerima hasil temuan BPK atas Hambalang itu, tapi tidak sama domainnya. Kalau BPK, dia melihat berapa besar anggarannya, mana RAB (rancangan anggaran biaya). Misalnya, bikin gedung tujuh lantai. Beli semen sekian, itu dicek antara dana yang dialokasikan dan cost yang keluar, selisih itu. Nah, bisa juga nanti harganya sama tetapi kualitas barangnya berbeda. Nah, ini melihat pada fisik. Kalau kami, PPATK, pada transaksi manual terakhir.
Tapi ada hal yang dapat dimanfaatkan olek PPATK, kalau nanti kami dapat laporan dari BPK. Kami bisa telusuri, mungkin kepada dia, kepada anaknya, kepada istrinya seperti itu.
0 comments
Write Down Your Responses